BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah K3
Masalah
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia masih sering
terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja.
Di Indonesia, setiap tujuh detik terjadi satu kasus kecelakaan kerja (”K3 Masih
Dianggap Remeh,” Warta Ekonomi, 2 Juni 2006). Hal ini tentunya sangat
memprihatinkan. Tingkat kepedulian dunia usaha terhadap K3 masih rendah.
Padahal karyawan adalah aset penting perusahaan.
Kewajiban
untuk menyelenggarakaan Sistem Manajemen K3 pada perusahaan-perusahaan besar
melalui UU Ketenagakerjaan, baru menghasilkan 2,1% saja dari 15.000 lebih
perusahaan berskala besar di Indonesia yang sudah menerapkan Sistem Manajemen
K3. Minimnya jumlah itu sebagian besar disebabkan oleh masih adanya anggapan
bahwa program K3 hanya akan menjadi tambahan beban biaya perusahaan. Padahal
jika diperhitungkan besarnya dana kompensasi/santunan untuk korban kecelakaan
kerja sebagai akibat diabaikannya Sistem Manajemen K3, yang besarnya mencapai
lebih dari 190 milyar rupiah di tahun 2003, jelaslah bahwa masalah K3 tidak
selayaknya diabaikan.
Di
samping itu, yang masih perlu menjadi catatan adalah standar keselamatan kerja
di Indonesia ternyata paling buruk jika dibandingkan dengan negara-negara Asia
Tenggara lainnya, termasuk dua negara lainnya, yakni Bangladesh dan Pakistan.
Sebagai contoh, data terjadinya kecelakaan kerja yang berakibat fatal pada
tahun 2001 di Indonesia sebanyak 16.931 kasus, sementara di Bangladesh 11.768
kasus.
Jumlah
kecelakaan kerja yang tercatat juga ditengarai tidak menggambarkan kenyataan di
lapangan yang sesungguhnya yaitu tingkat kecelakaan kerja yang lebih tinggi
lagi. Seperti diakui oleh berbagai kalangan di lingkungan Departemen Tenaga
Kerja, angka kecelakaan kerja yang tercatat dicurigai hanya mewakili tidak
lebih dari setengah saja dari angka kecelakaan kerja yang terjadi. Hal ini
disebabkan oleh beberapa masalah, antara lain rendahnya kepentingan masyarakat
untuk melaporkan kecelakaan kerja kepada pihak yang berwenang, khususnya PT.
Jamsostek. Pelaporan kecelakaan kerja sebenarnya diwajibkan oleh undang-undang,
namun terdapat dua hal penghalang yaitu prosedur administrasi yang dianggap
merepotkan dan nilai klaim asuransi tenaga kerja yang kurang memadai. Di
samping itu, sanksi bagi perusahaan yang tidak melaporkan kasus kecelakaan
kerja sangat ringan.
Sebagian
besar dari kasus-kasus kecelakaan kerja terjadi pada kelompok usia produktif.
Kematian merupakan akibat dari kecelakaan kerja yang tidak dapat diukur
nilainya secara ekonomis. Kecelakaan kerja yang mengakibatkan cacat seumur
hidup, di samping berdampak pada kerugian non-materil, juga menimbulkan
kerugian material yang sangat besar, bahkan lebih besar bila dibandingkan
dengan biaya yang dikeluarkan oleh penderita penyakit-penyakit serius seperti
penyakit jantung dan kanker.
B. Tujuan penulisan
1.Tujuan Umum
Untuk
memenuhi mata kuliah Keperawatan Komunitas
2.Tujuan
Khusus
a)
Meningkatkan pengetahuan dan wawasan
tentang konsep dasar K3 Dalam pelayanan keperawatan komunitas
b)
Memberikan
gambaran dalam tentang konsep dasar K3 Dalam pelayanan
keperawatan komunitas
c)
Memberikan
saran tentang
konsep dasar K3 Dalam pelayanan keperawatan komunitas
C.
Ruang
Lingkup Penulisan
D. Metode Penulisan
Dalam
penyusunan makalah ini penulis menggunakan metode
Studi kepustakaan, yaitu mempelajari buku dan sumber lainnya untuk mendapatkan
dasar ilmiah yang berhubungan dengan permasalahan dalam
makalah ini.
E. Sistematika
Penulisan
Laporan kasus ini
terdiri dari 3 (tiga)
bab yang disusun secara sistematik, adapun sistematika penulisan sebagai
berikut:
BAB
I : Pendahuluan yang
terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup penulisan, metode
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II :
Landasan teoritis yang terdiri dari pengertian, konsep hiperkes, peran
dan fungs perawat, kebijakan pemerintah
BAB III : Penutup
yang terdiri dari kesimpulann dan saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian K3
Adapun pengertian
dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah :
Secara
filosofi
:
suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmaniah amupun rokhaniah tenaga kerja pada khususnya manusia pada umumnya,
hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur.
Secara
keilmuan
:
Ilmu pengetauan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
B.
Konsep Hiperkes
K3 atau
Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu sistem program yang dibuat bagi
pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya
kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja
dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal
demikian.
Tujuan dari dibuatnya
sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan
kerja dan penyakit akibat hubungan kerja. Namun patut disayangkan tidak semua
perusahaan memahami arti pentingnya K3 dan bagaiman mengimplementasikannya
dalam lingkungan perusahaan. Dalam tulisan sederhana ini penulis mencoba
mengambarkan arti pentingnya K3 dan akibat hukum apabila tidak dilaksanakan.
K3 Adalah hal
yang sangat penting bagi setiap orang yang bekerja dalam lingkungan
perusahaan, terlebih yang bergerak di bidang produksi khususnya, dapat
pentingnya memahami arti kesehatan dan keselamatan kerja dalam
bekerja kesehariannya untuk kepentingannya sendiri atau memang diminta untuk
menjaga hal-hal tersebut untuk meningkatkan kinerja dan mencegah potensi
kerugian bagi perusahaan.
Namun yang
menjadi pertanyaan adalah seberapa penting perusahaan berkewajiban menjalankan
prinsip K3 di lingkungan perusahaannya. Patut diketahui pula bahwa ide tentang
K3 sudah ada sejak 20 (dua puluh) tahun lalu, namun sampai kini masih ada
pekerja dan perusahaan yang belum memahami korelasi K3 dengan peningkatan
kinerja perusahaan, bahkan tidak mengetahui aturannya tersebut. Sehingga
seringkali mereka melihat peralatan K3 adalah sesuatu yang mahal dan
seakan-akan mengganggu proses berkerjanya seorang pekerja. Untuk menjawab itu
kita harus memahami filosofi pengaturan K3 yang telah ditetapkan pemerintah
dalam undang-undang.
Tujuan Pemerintah membuat aturan K3
dapat dilihat pada Pasal 3 Ayat 1 UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan
kerja, yaitu:
- mencegah dan mengurangi kecelakaan;
- mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
- mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
- memberi kesempatan atau jalan menyelematkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
- memberikan pertolongan pada kecelakaan;
- memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;m
- mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar-luaskan suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;
- mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun psikhis, peracunan, infeksi dan penularan;
- memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
- menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik
- menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
- memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
- memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya
- mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau batang
- mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
- mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan barang
- mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
·
menyesuaikan dan menyempurnakan
pengamanan pada pekerjaan yang berbahaya
·
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
Dari tujuan
pemerintah tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa dibuatnya aturan
penyelenggaraan K3 pada hakekatnya adalah pembuatan syarat-syarat keselamatan
kerja sehingga potensi bahaya kecelakaan kerja tersebut dapat dieliminir.
C.
Peran dan fungsi
perawat
D.
Kebijakan
pemerintah
Berbicara
penerapan K3 dalam perusahaan tidak terlepas dengan landasan hukum penerapan K3
itu sendiri. Landasan hukum yang dimaksud memberikan pijakan yang jelas
mengenai aturan apa dan bagaimana K3 itu harus diterapkan. Adapun sumber
hukum penerapan K3 adalah sebagai berikut:
1)
UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja.
2)
UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja.
3)
PP No. 14 tahun 1993 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
4)
Keppres No. 22 tahun 1993 tentang
Penyakit yang Timbul karena Hubungan Kerja.
5)
Permenaker No. Per-05/MEN/1993 tentang
Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan,
dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Semua produk
perundang-undangan pada dasarnya mengatur tentang kewajiban dan hak
Tenaga Kerja terhadap Keselamatan Kerja untuk:
- Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau ahli keselamatan kerja;
- Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;
- Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
- Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
- Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan.
Selanjutnya
sebagai perwujudan program K3 yang ditujukan sebagai program perlindungan
khusus bagi tenaga kerja, maka dibuatlah Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yaitu
suatu program perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang
sebagai pengganti sebagian pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau
berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh
tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan
meninggal dunia.
Program
jamsostek lahir dan diadakan dan selanjutnya dilegitimasi dalam UU No. 3 Tahun
1992 tentang Jamsostek sebagai pengakuan atas setiap tenaga kerja berhak atas
jaminan sosial tenaga kerja. Sedangkan ruang lingkup program jaminan sosial
tenaga kerja dalam Undang-undang ini meliputi:
1)
Jaminan Kecelakaan Kerja;
2)
Jaminan Kematian
3)
jaminan Hari Tua
4)
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.
Program
Jamsostek sebagai pengejawantahan dari program K3 diwajibkan berdasarkan Pasal
2 Ayat 3 PP No. 14 Tahun 1993 bagi setiap perusahaan, yang memiliki kriteria
sebagai berikut:
1)
Perusahaan yang mempekerjakan tenaga
kerja 10 orang atau lebih
2)
Perusahaan yang membayar upah paling
sedikit Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) per bulan (walaupun kenyataannya
tenaga kerjanya kurang dari 10 orang).
Akibat hukum
bagi perusahaan yang tidak menjalankan program jamsostek ini adalah Pengusaha
dapat dikenai sanksi berupa hukuman kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau
denda setinggi-tingginya Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Apabila
setelah dikenai sanksi tersebut si pengusaha tetap tidak mematuhi ketentuan
yang dilanggarnya, maka ia dapat dikenai sanksi ulang berupa hukuman kurungan
selama-lamanya 8 (delapan) bulan dan dicabut ijin usahanya, apabila pengusaha
melakukan hal-hal sebagai berikut:
1)
Tidak memenuhi hak buruh untuk mengikuti
program Jamsostek
2)
Tidak melaporkan adanya kecelakaan kerja
yang menimpa tenaga kerja kepada Kantor Depnaker dan Badan Penyelenggara dalam
waktu tidak lebih dari 2 kali 24 jam (2 hari)
3)
Tidak melaporkan kepada Kantor Depnaker
dan Badan Penyelenggara dalam waktu tidak lebih dari 2 kali 24 jam (2 hari)
setelah si korban dinyatakan oleh dokter yang merawatnya bahwa ia telah sembuh,
cacad atau meninggal dunia
4)
Apabila pengusaha melakukan pentahapan
kepesertaan program jamsostek, tetapi melakukan juga pentahapan pada program jaminan
kecelakaan kerja (program kecelakaan kerja mutlak diberlakukan kepada seluruh
buruh tanpa terkecuali)
Hal tersebut
diatas berdasarkan ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 29 ayat (1) dan (2)
UU No. 3 tahun 1992 & pasal 27 sub a PP No. 14 tahun 1993. Sanksi lain yang
mungkin diterapkan adalah berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (1) dan (2) UU
No. 3 tahun 1992 pada Pengusaha dapat dikenai sanksi berupa hukuman kurungan
selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah). Apabila setelah dikenai sanksi tersebut si pengusaha tetap
tidak mematuhi ketentuan yang dilanggarnya, maka ia dapat dikenai sanksi ulang
berupa hukuman kurungan selama-lamanya 8 (delapan) bulan dan, apabila pengusaha
melakukan hal-hal sebagai berikut:
1)
tidak mengurus hak tenaga kerja yang
tertimpa kecelakaan kerja kepada Badan Penyelenggara sampai memperoleh
hak-haknya
2)
tidak memiliki daftar tenaga kerja
beserta keluarganya, daftar upah beserta perubahan-perubahan dan daftar
kecelakaan kerja di perusahaan atau bagian perusahaan yang berdiri sendiri
3)
tidak menyampaikan data ketenagakerjaan
dan data perusahaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan program jamsostek
kepada Badan Penyelenggara
4)
menyampaikan data yang tidak benar
sehingga mengakibatkan ada tenaga kerja yang tidak terdaftar sebagai peserta
program jamsostek
5)
menyampaikan data yang tidak benar
sehingga mengakibatkan kekurangan pembayaran jaminan kepada si korban
6)
menyampaikan data yang tidak benar
sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran jaminan oleh Badan Penyelenggara
7)
apabila pengusaha telah memotong upah
buruh untuk iuran program jamsostek tetapi tidak membayarkannya kepada Badan
Penyelenggara dalam waktu yang ditetapkan
Selain
sanksi-sanksi yang sudah disebutkan diatas, ada pula sanksi administratif
berupa pencabutan ijin usaha seperti yang diatur dalam Pasal 47 sub a PP No. 14
tahun 1993. Peringatan ini dapat dikenakan apabila pengusaha melakukan
tindakan-tindakan sebagai berikut:
1)
tidak mendaftarkan perusahaan dan tenaga
kerjanya sebagai peserta program Jamsostek kepada Badan Penyelenggara walaupun
perusahaannya memenuhi kriteria untuk berlakunya program Jamsostek
2)
tidak menyampaikan kartu peserta program
jaminan sosial tenaga kerja kepada masing-masing tenaga kerja dalam waktu
paling lambat 7 (tujuh) hari sejak diterima dari Badan Penyelenggara
3)
tidak melaporkan perubahan
·
alamat perusahaan
·
kepemilikan perusahaan
·
jenis atau bidang usaha
·
jumlah tenaga kerja dan keluarganya –
besarnya upah setiap tenaga kerja palling lambat 7 (tujuh) hari sejak
terjadinya perubahan;
4)
tidak memberikan pertolongan pertama
pada kecelakaan bagi tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan
5)
tidak melaporkan penyakit yang timbul
karena hubungan kerja dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 jam setelah ada hasil
diagnosis dari Dokter Pemeriksa
6)
tidak membayar upah tenaga kerja yang
bersangkutan selama tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja masih belum
mampu bekerja, sampai adanya penetapan dari menteri.
Pengusaha dapat
pula dikenakan denda sebesar 2% untuk setiap bulan keterlambatan yang dihitung
dari iuran yang seharusnya dibayar, apabila melakukan keterlambatan pembayaran
iuran program Jamsostek. Selanjutnya apabila ada pengusaha yang tidak
menjalankan program jamsostek padahal telah memenuhi kriteria, maka pekerja
yang cepat tanggap dapat melaporkan hal ini pada Departemen Tenaga Kerja,
yang kemudian akan diadakan penyelidikan terhadap perusahaan selanjutnya
ditangani oleh petugas-petugas penyelidik dalam hukum acara, yaitu:
1)
Kepolisian Republik Indonesia
2)
Pegawai negeri sipil yang mempunyai
kewenangan dalam hal ini pegawai pengawas Depnaker.
E.
Pembahasan
Keselamatan dan
keamanan kerja mempunyai banyak pengeruh terhadap faktor kecelakaan, karyawan
harus mematuhi standart (k3) agar tidak menjadikan hal-hal yang negative bagi
diri karyawan. Terjadinya kecelakaan banyak dikarenakan oleh penyakit yang
diderita karyawan tanpa sepengetahuan pengawas (k3), seharusnya pengawasan
terhadap kondisi fisik di terapkan saat memasuki ruang kerja agar
mendeteksi sacera dini kesehatan pekerja saat akan memulai pekerjaanya. Keselamatan dan kesehatan kerja perlu
diperhatikan dalam lingkungan kerja, karena kesehatan merupakan keadaan atau
situasi sehat seseorang baik jasmani maupun rohani sedangkan keselamatan kerja
suatu keadaan dimana para pekerja terjamin keselamatan pada saat bekerja baik
itu dalam menggunakan mesin, pesawat, alat kerja, proses pengolahan juga tempat
kerja dan lingkungannya juga terjamin. Apabila para pekerja dalam kondisi sehat
jasmani maupun rohani dan didukung oleh sarana dan prasarana yang terjamin
keselamatannya maka produktivitas kerja akan dapat ditingkatkan.
Masalah
kesehatan adalah suatu masalah yang kompleks, yang saling berkaitan dengan
masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Banyak faktor yang
mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat,
antara lain: keturunan, lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan. Keempat
faktor tersebut saling berpengaruh satu sama lainnya, bilamana keempat faktor
tersebut secara bersama-sama mempunyai kondisi yang optimal, maka status
kesehatan akan tercapai secara optimal. Keselamatan kerja merupakan keselamatan
yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan pengolahanya,
landasan tempat kerja dan lingkungannya serta melakukan cara-cara melakukan
pekerjaan (Suma’mur, 1989, hal 12).
(Budiono, 2003, hal 171) menerangkan
bahwa keselamatan kerja yang mempunyai ruang lingkup yang berhubungan dengan
mesin, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja, serta cara mencegah
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja, memberi perlindungan
sumber-sumber produksi sehingga dapat meningkatkan efesiensi dan produktifitas.
(Suma’mur 1989, hal 13) berpendapat bahwa kesehatan kerja merupakan spesialis
ilmu kesehatan beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja memperoleh
derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan
usahapreventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan yang
diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan serta terhadap penyakit umum.
(Budiono, 2003, hal 14)
mengemukakan indikator keselamatan dan kesehatan kerja (k3), meliputi :
1. Faktor
manusia/pribadi
Faktor
manusia disini meliputi, antara lain kurangnya kemampuan fisik, mental dan
psikologi, kurangnya pengetahuan dan keterampilan, dan stress serta motivasi
yang tidak cukup
2. Faktor
kerja/lingkungan
Meliputi,
tidak cukup kepemimpinan dan pengawasan, rekayasa, pembelian/pengadaan barang,
perawatan, standar-standar kerja dan penyalah gunaan.
Dari beberapa
uraian diatas dapat ditarik kesimpulan mengenai indikator tentang keselamatan
dan kesehatan kerja (k3) meliputi: faktor lingkungan dan faktor manusia.
(Anoraga, 2005, hal 76) mengemukakan aspek-aspek keselamatan dan kesehatan
kerja (k3) meliputi :
3. Lingkungan
kerja
Lingkungan
kerja merupakan tempat dimana seseorang atau keryawan dalam beraktifitas
bekerja. Lingkungan kerja dalam hal ini menyangkut kondisi kerja, suhu,
penerangan, dan situasinya
4. Alat
kerja dan bahan
Alat
kerja dan bahan merupakan hal yang pokok dibutuhkan oleh perusahaan untuk
memproduksi barang. Dalam memproduksi barang alat-alat kerja sangatlah vital
digunakan oleh para pekerja dalammelakukan kegiatan proses produksi dan
disamping itu adalah bahan-bahan utama yang akan dijadikan barang.
5. Cara
melakukan pekerjaan
Setiap
bagian-bagian produksi memiliki cara melakukan pekerjaan yang berbeda-beda yang
dimiliki oleh karyawan. Cara-cara yang biasanya dilakukan oleh karyawan dalam
melakukan semua aktifitas pekerjaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Melihat beberapa
uraian diatas mengenai pengertian keselamatan dan pengertian kesehatan kerja
diatas, maka dapat disimpulkan mengenai pengertian keselamatan dan kesehatan
kerja (k3) adalah suatu bentuk usaha atau upaya bagi para pekerja untuk
memperoleh jamianan atas keselamatan dan kesehatan kerja (k3) dalam melakukan
pekerjaan yang mana pekerjaan tersebut dapat mengancam dirinya yang berasal
dari individu sendiri dan lingkungan kerjanya.
Pada hakekatnya
keselamatan dan kesehatan (k3) merupakan suatu keilmuan multidisiplin
yang menerapkan upaya pemeliharaan dan peningkatan kondisi lingkungan kerja,
keamanan kerja, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja serta melindungi tenaga
kerja terhadap resiko bahaya dalam melakukan pekerjaan serta mencegah
terjadinya kerugian akibat kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kebakaran,
peledakan atau pencemaran lingkungan kerja dll.
B. Saran
Berdasarkan
hasil analisis data dan kesimpulan diatas maka kami ajukan saran-saran sebagai
berikut :
- Bagi perusahaan
Bagi pihak
perusahaan untuk disarankan untuk menekankan seminimal mungkin terjadinya
kecelakaan kerja, dengan jalan antara lain meningkatkan dan menerapkan
keselamatan dan kesehatan kerja (k3) dengan baik dan tepat. Hal ini dapat
dilakukan dengan sering diadakan sosialisasi tentang manfaat dan arti
pentingnya program keselamatan dan kesehatan kerja (k3) bagikaryawan,
seperti misalnya dengan pemberitahuan bagaimana cara penggunaan peralatan,
pemakaian alat pelindung diri, cara mengoprasikan mesin secara baik dan benar.
Selain itu perusahaan harus meningkatkan program keselamatan dan kesehatan
kerja (k3) serta menerangkan prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja
(k3) dalam kegiatan operasional.
- Bagi karyawan
Bagi karyawan
lebih memperhatikan program keselamatan dan kesehatan kerja (k3) dengan bekerja
secara disiplin dan berhati-hati serta mengikuti prosed.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar